• PERJALANAN MASUKNYA MISIONARIS KATOLIK KE DAERAH ILUGWA


                                        LATAR BELAKANG MASUKNYA GEREJA KATOLIK


    Sejak menginjakkan kaki di lembah Agung Hubula untuk Pertama pada bulan April 1964, saya merasa kagum karena alam yang indah tetapi lebih-lebih karena Mnusia 'Balim Meke' yang dalam keterisolasian dari dunia luar maupun untuk dalam komunikasih dengan alam sekitarnya - mempertahankan dan menyesuaikan diri dengan alam itu serta mengembangkan peradaban dan menghayati nilai-nilai hidup baik yang mereka sangat bangakan.
    Tiba-tiba orang luar masuk tanpa diundang ; mereka membawa injil, kabar baik , namun juga banyak pengaruh dan kabar-kabar tidak baik yang semuanya berinteraksi dengan masnyarakat balim. Dengan hadirnya injil di lembah Balim, Tuhan berintervensi dalam kehidupan mereka, “bukan untuk meniadakan hukum/Kebudayaan, melainkan untuk menggenapinya” (Mat. 5:17).


    KUNJUNGAN MISIONARIS KE ILUGWA


    Pihak UFM atau APCM yang bekerja di bokondini, sejak tahun 1995 berusaha untuk membuka Pos di Wolo dan Iluga dengan bantuan dari polisi dan Kepala pemerintah di Bokondini, namun sebagian besar masnyarakat Iluga tidak bersedia. Mereka menantang cara pendekatan dan pemaksaan para penginjil untuk menerima agama mereka dan karena itu mereka menjahukan diri dari pendeta maupun dari kepalah pemerintah. Beberapa kepala suku Iluga terus menerus mendatangi para misionaris Katolik baik di Wo'ogi maupun di Yiwika dan wamena dengan permohonan agar dibuka Pos Gereja Katolik di Iluga.
    Berdasarkan permintaan yang terus menerus dari masnyarakat Iluga, pada tggl 1 januari 1974 Pater Jules Camps OFM ( Yiwika ) bersama dengan pater Arie
    Blokdijk OFM, Bruder Eligius Fenenteruma OFM dan Katekis Niko Hubi
    ( Wo'ogi), mengadakan kunjungan orientasi ke Iluga. Sebelumnya pada Tgl 8 Desember 1973 P.Camps sudah menyurat kepada pendeta Riley mengenai rencana tersebut dan ia mengurus juga surat izin dari kepolisian di wamena sedangkan Pemimpin resor, Pater lambert Dehing OFM, di berikan tembusan dari surat yang ditunjukan kepada Pendeta. Maserakat Iluga menerima rombongan Misionaris Katolik dengan gembira dan haru.


    Pada tanggal 2 Januari 1974 rombongan misionaris tersebut mengadakan pertemuan kepala pemerintah setempat (KPS) dan dengan pendeta UFM Bpk. J.Riley, yang mengakui bahwa 8 dari 10 Kepala suku menjauhkan diri dari pendeta dan pemerintah (KPS) dengan alasan bahwa merekia mau mempertahankan adat merka. Pendeta mengatakan: “ Adat istiadat ini berasal dari Iblis dan seharusnya bagaikan sebatang pohon tidak hanya ditebang melainkan dicabut dengan semua akarnya serta dihancurkan ”.


    Pada hari berikut, tanggal 3 Januari, di selengarakan suatu pertemuan di konagaima antara KPS dan pemuka-pemuka agama dengan maserakat “Yang belum menerima Agama” pertemuan itu berlangsug dengan baik dan masing-masing pihak menyampaikannya secara terbuka. Kepala-Kepala suku menyatakian : “ Bila Misi Katolik tidak mengabulkan permintaan kami, kami merasa diri sebagai pengantin wanita yang dibuang oleh suami; dia tidak ada pilihan lain selain membuang diri di udara ”.


    Akibat Kunjungan Ke Iluga

    Ø Tanggal 7 Januari 1974 : Bupati menerima laporan dari KPS Kelila dan Pendeta, bahwa mungkin akan terjadi perang suku di Iluga sebagai akibat dari kunjungan pihak Misi Katolik.Pater Camps dipagil oleh Bupati dan dipanggil telah menetang kebijakan pemerintah dan menjangkau masnyarakat.
    Ø Tanggal 7 Januari : Pemimpin resor, yang tidak mengizinkan kunjungan ke Iluga itu dan yang mungkin merasa tersingung karena tidak diberitahukan sebelumnya kepadanya,melaporkan tentang hal itu kepada Uskup dan mengundangnya untuk datang kewamena.


    Ø Tanggal 13 Januari : Pertemuan Bapak bupati dengan Uskup Herman Munninghoff OFM, Pater Lambert Dehing, Pater Jules Camps dan Pater Michael Angkur Di kantor Bupati.
    · Bupati menyampaikan bahwa Misi, terlepas dari soal keamanan , dilarang untuk pergi ke Iluga dan membawa surat jalan dari polisi tidak sah. Ternyata Bupati tidak bersikap netral melainkan memihak agama tertentu dan tidak menghargai hasrat hati nurani masyarakat. Tentang pernyataan Umat katolik mengenai adat istiadat, beliau mengatakan bahwa isi pernyataan itu tidak sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
    · Pihak misi mengerti dengan baik bahwa ada kesulitan praktis untuk membuka Pos di Iluga, namun tidak sependapat dengan pemerintah yang menganut Misi Katolik secara prinsip untuk masuk di Iluga. Selanjutnya Uskup meminta waktu untuk dapat mengadakan pertemuan interen dengan para Misionaris Katolik dan hasilnya akan disampaikan kepada Bupati

    Ø Rapat Misionaris dengan uskup pada tanggal 14 Januari berlangsung dalam suasana tegang karena masalah iluga telah menyebabkan kelainan antar anggotanya. Khususnya Pater Dehing merasakan Soal Iluga tersebut sebagai suatu pukulan berat bagi dirinya. Uskup dan Pemimpin Resor tidak menyetujui ekspansi ke daerah Iluga dan menginginkan agar karya Gereja diintensifkan di wilayah lembah Balim yang sedang dilayani, apalagi sekarang tidak ada tenaga dan dana untuk memperluas Wilayah itu. Tetapi ada juga yang berpenfdapat bahwa orng-orng Iluga termasuk Masnyarakat KURELU dan justru harus dibuka Pos pelayanan di situ karena itu menghasilkan hal-hal berikut yang kemudian juga disampaikan kepada Bupati dan DPRD :


    ü Gereja Katolik membela prinsip kebebasan beragama bagi setiap warga negara. Dalam persoalan Iluga, kalo benar bahwa sebagian besar masnyarakat meminta Misi Katolik maka Gereja Katolik tidak boleh saja kecuali berwajib dan berhak untuk masuk dan membuka Pos pelayanan di sana.
    ü Pernyataan sikap gereja Katolik tentang adat-istiadat akan di revisi agar menjaddi lebih jelas apa yang harus dipertahankan dari adat-istiadat masnyarakat menurut Gereja Katolik agar tidak terjadi salah paham. Gereja Katolik usulkan supaya dikirim satu Tim netral ke Iluga untuk melihat keadaanya secara objektif.






    MENGAPA MASNYAARAKAT ILUGA TERUS MENERUS MINTA KEDATANGTAN GEREJA KATOLIK ?


    Masnyarakat Iluga megatakan bahwa Gereja Protestan mau disebutkan adat Kebudayaan mereka bahwa para penginjil memaksa masnyarakat dengan tindakan fisik. Berdasarkan semuanya, Pater Jules Cams OFM menaruh kasih kepada Masnyarakat Iluga. Ia berpendapat bahwa masnyarakat Iluga mempunyai hak untuk memilih agama yang mereka inginkan dan bahwa Misi Katolik harus membantu mereka.


    Kepala suku Omadek Togodli/Logo tidak pernah berhenti berkunjung agar Gereja GIDI mau mengubah sikapnya dan agar Gereja Katolik datang ke daerahnya. Pada awal Thn 1985 Umat awam yaitu Ketua BMP (Badan Musnyawara Paroki) Yiwika Herman Marin di temani oleh Hendrik Alua, Markus Logo dan Hengki Mabel pergoi ke Iluga untuk melihat dari dekat situasi Iluga. Mereka berteman dengan gembira Oleh Bapak Omakde dan Balakhalok Logo mereka menangis dan berdoa bersama dengan para tamu itu dan sampai larut malam mereka berceritra tentang situasi mereka si Iluga. Tetapi ternyata umat GIDI telah mendengar tentang kunjungan BMP Yiwika itu dan berusaha menangkap mereka, maka BMP lari kembali ke Yiwika melalui Yomosimo. Beberapa bulan kemudian Herman Marian dan Yosef Mabel kembali lagi ke Iluga dan mengadakan sembayang di kampung Omakde. Mereka di pangil ke Pos GIDI di Danama dimna mereka dimarahi diancam.


    PADA PERTENGAHAN TAHUN 1986.


    Sebuah delegasi masnyarakat Iluga mendatangi pater Dekan yang sedang berada di Yiwika dengan permintaan yang sama seperti yang suda sering mereka sampaikan itu. Dekan menjawab bahwa Gereja Katolik tidak dapat memenuhi permintaan mereka. Setelah itu para wenewolok Paroki Yiwika secara diam-diam mengambil inisiatif untuk setiap minggu secara bergilir pergi ke Iluga dan mengadakan ibadat serta memberikan pelajaran Agama Katolik di kampung Bapak Omakde Pater DekanPun tidak tahu tentang inisiatif metreka. Mula-mula para wenewolok mengalami perlawanan dan pengambilan dari pihak umat GIDI membiarkan mereka dan akhirnya menerima kenyataan itu, sehinga Herman marian berhasil membangun sebuah Kapela Katolik di Iluga. Namun pater Dekan baru menceritakan tentang semuanya itu pada tahun 1987 dan dia menjadi heran sekali. Akhirnya Pater dekan harus menerima permintaan orang Iluga dan ia memberikan sedikit bantuan untuk dapat menyelesaikan pembagunan Kepela itu.




    PADA TAHUN 1987.


    BMP Yiwika menyampaikan bahwa pihak GIDI tidak berkeberatan dan mengundang Pater Dekan dan Frter Jhon Saklil Pr. Bersama satu rombongan besar BMP dan umat Paroki Yiwika berjalan kaki selama dua hari samp-ai di iluga di mana mereka disambut dengan gembira dan dengan ratap tangis oleh para kepala suku dan masnyarakat. Pada tanggal 21 Agustus 1987 diadakan acara peresmian Kapela Iluga “Yesus Oba Kulogo Nokorek ” (Yesus Sumber Hidup Kita ) yang dihadiri oleh umat Katolik dan oleh sejumlah pendeta serta Umat GIDI. Kami sebagai Kordinator Orang Muda Katolik menyampaikan limpah terima kasih kepada Bruder Elias Logo OFM.( By Pilo )

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar